PARADIGMA BESAR DALAM PENELITIAN
Oleh:
Rinaldo
Adi Pratama & Mira Silviani
Departemen Pendidikan Sejarah
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia
Post
Positivisme à
Comte, Mill, Durkheim, Newton (kualitatif)
Positivisme
adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan
menolak aktivitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya
spekulasi semua berdasarkan pada data empiris. Post positivisme adalah lawan
dari positivisme yang merupakan cara berfikir yang subjektif asumsi terhadap
realitas.
Guba
(1990:20) dalam Salim (2006) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: “Postpositivism
is best characterized as modified version of positivism. Having assessed the
damage that positivism has occured, postpositivists strunggle to limited that
damage as well as to adjust to it. Prediction and control continue to be the
aim.”
Kutipan
tersebut mempunyai arti Postpositivisme mempunyai ciri utama sebagai suatu
modifikasi dari Positivisme. Melihat banyaknya kekurangan pada Positivisme
menyebabkan para pendukung Postpositivisme berupaya memperkecil kelemahan
tersebut dan menyesuaikannya. Prediksi dan kontrol tetap menjadi tujuan dari
Postpositivisme tersebut.”
Salim
(2006:40) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: Paradigma ini merupakan
aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme yang hanya
mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara
ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa
realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal,
yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia
(peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui
metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber
data, peneliti dan teori.
Dari
pandangan Guba maupun Salim yang juga mengacu pandangan Guba, Denzin dan
Lincoln dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang ingin
memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat
dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam.
Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin
mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan
realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara
peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan
prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber
data, data, dan lain-lain. Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan
kami mengasumsikan bahwa paradigma post positivisme masuk dalam penelitian
kualitatif.
Konstruktivisme
Sosial à
Lincon & Guba, Neuman (kualitatif)
Guba
(1990:25) dalam Salim (2006) menyatakan: “But philosophers of science now
uniformly believe that facts are facts only within some theoretical framework (Hesse,
1980). Thus the basis for discovering “how things really are” and “really
work” is lost. “Reality” exist only in the context of mental framework
(construct) for thinking about it.”
Kutipan
tersebut mempunyai arti: kaum Konstruktivis setuju dengan pandangan bahwa
penelitian itu tidak bebas nilai. Jika realitas hanya dapat dilihat melalui
jendela teori, itu hanya dapat dilihat sama melalui jendela nilai. Banyak
pengonstruksian dimungkinkan. Ini berarti menurut Guba penelitian terhadap
suatu realitas itu tidak bebas nilai. Realitas hanya dapat diteliti dengan
pandangan yang berdasarkan nilai.
Dari
beberapa penjelasan Guba yang dikutip di atas dapat disimpulkan bahwa realitas
itu merupakan hasil konstruksi manusia. Realitas itu selalu terkait dengan
nilai jadi tidak mungkin bebas nilai dan pengetahuan hasil konstruksi manusia
itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. Dari penjelasan di atas kami
mengasumsikan bahwa paradigma konstruktivisme masuk dalam penelitian
kualitatif.
Partisipasi
à Habermas, Kemmis, Wilkinson (mix
methods)
Aliran advokasi/partisipatori/transformatif muncul pada tahun 1980-an dan 1990-an sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap paradigma penelitian yang ada dan kesadaran bahwa teori-teori sosiologi dan psikologi yang mendasari paradigma-paradigma yang ada pada dasarnya dikembangkan melalui pandangan ’kulit putih’, didominasi oleh perspektif kaum pria, dan didasarkan pada penelitian yang menggunakan pria sebagai subyek (Pardede, 2009). Peneliti advokasi/partisipatori/transformatif merasa bahwa pendekatan konstruktivisme/ interpretivisme tidak membahas isu-isu keadilan sosial dan kaum yang terpinggirkan secara memadai.
Peneliti advokasi/ partisipatori percaya bahwa penelitian perlu dijalin dengan agenda-agenda politik dan politisi agar penelitian tersebut menghasilkan tindakan-tindakan yang mereformasi kehidupan partisipan, lembaga tempat individu hidup, dan kehidupan peneliti sendiri (Emzir, 2008: 16). Sehubungan dengan itu, penelitian harus mengangkat masalah-masalah sosial yang penting sebagai topik, seperti isu kekuasaan, ketidaksetraan, penganiayaan, penindasan, dan perampasan hak.
Peneliti advokasi sering memulai dengan menjadikan salah satu dari isu ini sebagai fokus penelitian. Kemudian, dia akan berjalan bersama secara kolaboratif dengan partisipan dengan pengertian partisipan dapat membantu merancang pertanyaan, mengumpulkan data, menganilisis informasi, atau menerima penghargaan untuk partisipasinya dalam penelitian.
Sebagaimana halnya dalam penelitian konstruktivisme, peneliti advokasi/partisipatori/transformatif dapat mengkombinasikan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Namun, penggunaan pendekatan gabungan (mixed methods) akan memberikan kepada peneliti transformatif sebuah struktur untuk mengembangkan potret kehidupan sosial yang lebih utuh. Penggunaan berbagai perspektif memungkinkan diperolehnya pemahaman yang lebih beragam tentang nilai-nilai, pandangan dan keberadaan kehidupan sosial.
Pragmatis
à Morgan, Patton (mix method)
Pragmatisme
merupakan pandangan filsafat Amerika asli, namun berpangkal pada filsafat
empirisme Inggris yang beranggapan bahwa manusia dapat mengetahui apa yang
manusia alami (Sadulloh, 2009 hlm.118). aliran pragmatisme beranggapan bahwa
yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar
dengan melihatkepada akibat-akibat atau
hasilnya yang bermanfaat secara praktis. istilah lain yang dapat
diberkan dalam filsafat pragmatisme adalah instrumentalisme dan
eksperimentalisme. Instrmentalisme karena menganggap bahwa tidak ada tujuan
akhir dalam setiap kehidupan, apabila tujuan sudah tercapai maka dijadikan
landasan untuk mencapai tujuan
berikutnya, selanjutnya eksperimentalisme karena menggunakan metode eksperimen
dan berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya.
Namun
ajaran pragmatisme dalam filsafat dapat dilihat dari salah satu tokoh
penggagasnya yakni William James apabila disimpulkan bahwa peneliti pragmatis
bebas memilih metode, teknik, dan prosedur penelitian yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan tujuannya. Karakteristik ini menunjukkan bahwa pragmatism
merupakan paradigma yang menyangga landasan filosofis studi metode gabungan (mixed-methods research).
Sumber
referensi
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Pardede, Parlindungan. 2009. Paradigma penelitian. [online]. Tersedia: http://parlindunganpardede.wordpress.com/class-assignment/research/articles/paradigma-penelitian/. Universitas kristen indonesia.
Sadulloh, Uyoh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Salim, Agus.2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogayakarta: Tiara Wacana.
Lihat Juga:
BalasHapusDownload Contoh Judul Skripsi Penelitian Kualitatif
.
Download Contoh Judul Skripsi Penelitian Kuantitatif
.
Download Contoh Judul Skripsi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Slots | Casino Games in Maryland
BalasHapusPlay slots at casinos near me, NJ, PA, MI, WV. The casinos in Maryland provide slots and video poker games. 강원도 출장안마 This 경산 출장안마 is 동해 출장샵 a local 광주광역 출장마사지 favorite for 용인 출장안마 new