DINASTI SAFAWI
OLEH: RINALDO ADI PRATAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak mundur dan berakhirnya era kekuasaan Dinasti Abbasiyah akibat
serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara
drastis. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam yang sudah dibangun selama
masa kekuasaan sebelumnya banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu.
Wilayah kekuasaannya tidak lagi bersatu dalam kekuatan yang besar dengan satu
pemimpin yang menjadi khalifah sebagai pusat dari pemerintahan. Namun yang
terjadi adalah kekuatan politik Islam terpecah dan terbagi dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Namun, hal tragis
yang menimpa umat Islam tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, pemimpin
bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang
lain.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan mulai berkembang kembali
dan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga
kerajaan besar yang berada saling berjauhan yaitu Usmani di Turki, Mughal di
India, dan Safawi di Persia. Ketiga kerajaan tersebut memiliki andil besar
dalam memajukan kembali peradaban Islam yang telah hancur akibat berbagai
peristiwa yang telah terjadi.
Salah satu kerajaan atau dinasti yang akan penulis bahas kali ini adalah
Dinasti Safawi yang awalnya merupakan gerakan tarekat tasauf dan berkembang
menjadi kekuatan politik dengan membentuk Dinasti Safawi yang bermahzab Syiah
dua belas imam sebagai mahzab resmi kerajaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Berdirinya Dinasti Safawi
Kerajaan Safawi bermula dari gerakan tarekat yang berdiri di
Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan (Fa'al, 2008).
Tarekat ini diberi nama Safawiyah karena pendirinya bernama Syech Safuyudin
Ishaq (1252-1334) seorang guru agama yang lahir dari sebuah keluaraga Kurdi di
Iran Utara. Beliau merupakan anak murid seorang imam Sufi yiaitu Sheikh Zahed Gilani
(1216–1301, dari Lahijan). Safi Al-Din kemudiannya menukar Ajaran Sufi ini kepada
Ajaran Safawiyah sebagai tindak balas kepada pencerobohan tentera Mongol di
wilayah Azerbaijan.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk
memerangi orang-orang ingkar dan golongan yang disebut sebagai ahli-ahli bid’ah
(Hamka,
1975). Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal
ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia,
Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi
al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi gelar Khalifah untuk memimpin
murid-murid di daerahnya masing-masing.
Gerakan Safawi mewakili sebuah kebangkitan Islam Populer yang
menentang dominasi militer yang meresahkan dan bersifat eksploitatif. Tidak
seperti gerakan lainnya, gerakan Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran dan
mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai 1722. Sang pendiri
mengawali gerakannya dengan seruan untuk memurnikan dan memulihkan kembali
ajaran Islam.
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan,
kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan
ini dapat berkembang dengan cepat. Nama safawi ini terus dipertahankan sampai
tarekat Safawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang
disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering
berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerjaan besar islam
lainnya seperti kerajan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan
sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan madzhab Negara. Oleh karena itu, kerajaan
Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran dewasa
ini.
B. Perkembangan Kerajaan Safawi
Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah)
sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya (Hamka,
1975). Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa
karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka
yakni ajaran Syiah. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah
menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap
orang yang bermazhab selain Syiah.
Bermula dari perajurit akhirnya mereka memasuki dunia
perpolitikan pada masa kepemimpinan Shah al Junaid. Dinasti safawi memperluas
geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasaan Kara Koyunlu
(domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang akhirnya menyebabkan kelompok
Junaid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan
perlindungan dari penguasa Diyar bakr, AK–Koyunlu juga suku bangsa Turki.
Ia tinggal di istana Uzun hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar
Persia.
Tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada
tahun 1460 M. Ia mencoba merebut Sircasia tetapi pasukan yang dipimpinya
dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar pada tahun 1470 M, lalu Haidar
kawin dengan seorang cucu Uzun Haisan dan lahirlah Ismail dan dikemudian hari
menjadi pendiri kerajaan Safawi dan mengatakan bahwa Syiahlah yang resmi dijadikan
mazhab kerajaan ini. Kerajaan inilah dianggap sebagai peletak batu pertama
negara Iran (Yatim, 1993).
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang
sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476
M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan,
AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar
kalah dan ia terbunuh.
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya
untuk menuntut balas ataskematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan
tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya,
Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh
Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi
saudara sepupunya. Setelah dapatdikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil.
Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali
bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan
pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk
menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama
Qizilbash (baret merah).
Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail
menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan.
Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK
Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail
memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga
Ismail I.
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M.
Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, buktinya
ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M),
menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr
(1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M)
dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah
meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur.
Safawiah menegaskan persekutuan mereka dengan Syi’ah dan
Syah Ismail, menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai sang imam tersembunyi, sebagai
reinkarnasi dari Ali, dan sebagai simbol wujud ketuhanan. Ismail mengkelaim
sebagai keturunan dari imam ketujuh, dan sebagai generasi ketujuh dalam
garis keturunan Safawiah, dimana setiap imam secara berurutan
merupakan pembawa cahaya ketuhanan yang disampaikan dari satu generasi
kegenerasi yang lainnya. Dengan kecenderungannya kepada sinkereatisme religius
dari beberapa gerakan sufi yang telah berlangsung selama dua abad di Iran
barat, dan dengan menggabungkan beberapa pengaruh keagamaan yang berbeda-beda,
termasuk Syi’isme, mesiannisme, Sunni dan Budhisme. Ismail juga menyatakan
secara tegas bahwa dirinya adalah reingkarnasi dari Khidir, pembawa
kebijaksanaan masa lampau, dan sebagai ruh Yesus. Dengan diterangi cahaya
ketuhanan yang mana cahaya tersebut mendahului Al Qur’an dan penciptaan alam
semesta ini, yang diturunkan oleh keluarga nabi untuk ditubuhkan di dalam diri
Ismail, maka ia menjadi seorang mesiah, Syah, pemilik kekuasaan temporal dan
sekaligus pemilik kerajaan mistikal. Berdasarkan beberapa klaim keagamaan ini,
tokoh-tokoh Syafawiah menuntut sebuah kepatuan absolut dan tanpa keraguan
absolut dari para tokoh sufi mereka (Lapidus,
1999).
Ismail memberlakukan faham Syi’ah sebagai madzhab resmi
negara. Untuk menerapkan keinginannya ini ia kerap mendapat tantangan dari
Ulama Sunni. Pertentangan ideologi muncul akibat penerapan faham Syi’ah ini.
Syah Ismail tidak segan segan menerapkan faham ini dengan tindakan kekerasan.
Di Baghdad dan Herat, misalnya, Syah Isma’il membunuh secara kejam para Ulama
dan sastrawan sunni yang menolak ideologi Syi;ah. Akibatnya hinga
beberapa dekade kemudian para penganut Sunni di Kurasan, misalnya, harus
menyembunyikan identitas Sunni mereka atau mempraktekkan tradisi Sunninya
secara sembunyi-sembunyi.
Ismail adalah orang yang sangat berani dan berbakat. Ambisi
politiknya mendorong untuk menguasai negara lain sampai Turki Usmani. Namun
dalam peperangan ia dikalahkan pasukan militer Turki yang lebih unggul dalam
kemiliteran. Karena keunggulan militer kerajaan Usmani, dalam peperangan ini
Ismail mengalami kekalahan, malah Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Salim
dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan oleh pulangnya sultan
Salim ke Turki karena terjadi perpecahan dikalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan akibat perang dengan Turki Usmani ini membuat Ismail
frustasi. Ia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu.
Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi
persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara
suku-suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Saepudin, 2007).
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung
sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi
beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II
(1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja
tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering
terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering
terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
Berikut
urutan penguasa kerajaan Safawi:
Nama-nama Raja
|
Tahun Masehi
|
Tahun hijriah
|
Isma’il I
Thahmsap l
Isma’il ll
Muhamad Khudabanda
Abbas l
Shafi l
Abbas ll
Sulayman l (Shafi ll)
Husayn l
Thahmasp ll
Abbas lll
Sulayman ll
Isma’il lll
Husan ll
Muhammad
|
1501
1524
1576
1578
1588
1629
1642
1666
1694
1722
1732
1749
1750
1753
1786
|
907
930
984
985
996
1038
1052
1077
1105
1135
1145
1163
1163
1166
1200
|
C. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi Kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa
diatasi setelah raja Safawi ke lima, Abbas 1 naik tahta (1588-1628).
Popularitas Abbas 1 ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai
seorang Syi’ah yang shaleh. Sebagai bukti atas kesalehannya adalah bahwa dia
sering berziarah ketempat suci Qum dan Masyhad . Disamping itu Ia pun melakukan
perubahan struktur birokasi dalam lembaga politik keagamaaan. Lembaga sadarat
secara berangsur-angsur dagantikan oleh lembaga Ulama yang dipimpin oleh
seorang syichul Islam. Dalam tradisi Sunni lembaga tersebut menunjukkan
pemisahan struktur kekuasaan politik antara Ulama dan Umara. Abbas1 telah
berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang keagamaan, yang membuat
ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan (Saepudin,
2007).
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas l dalam rangka
memulihkan kerajaan Safawi adalah:
a.
Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash
dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan
perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia
b.
Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan
jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji
tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakr, Umar, dan
Usman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas
memyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandra di Istambul
Semenjak masa Syah Abbas, pedagang-pedagang Armenia dengan
bersekutu dengan Inggris, Prancis, Belanda, dan dengan dukungan dari samg Syah,
tengah bersaing dengan pihak Usmani dan Portugis dalam perdagangan
barang-barang sutra, karpet wool, kain selendang, dan porselin. Meskipun
demikian, pada akhir abad tujuh belas pedagang-pedagang Eropa pada dasarnya
telah menguasai perdagangan Iran dan sejimlah keuntungan Ekonomis dari
perdagangan dunia agaknya telah lepas dari Iran.
Kunci dari program administrasi dan ekonomi Syah Abbas adalah
pembentukan ibukota baru yang besar Isfahan. Isfahan merupakan kota yang
sangat penting bagi tujuan politik dan ekonomi bagi negara Iran yang memusat
dan bagi legitimasi Dinasti Safawiyah. Safawiyah membangun kota baru tersebut
mengitari Mydani-Syah, yakni sebuah alun-alun yang besar yang luasnya sekitar
160×500 meter. Alun-alun tersebut berfungsi sebagai pasar tempat perayaan dan
sebagai lapangan permainan polo. Ia dikelilingi oleh sederetan toko bertingkat
dua, dan sejumlah gedung utama pada setiap sisinya. Pada sisi bagian timur
terdapat Masjid Saikh Lutfallah, yang mulai dibangun pada 1603 dan selesai pada
1618, merupakan sebuah oratorium yang disediakan sebagai tempat peristirahatan
pribadi Syah.
Sejumlah bazar di Isfahan sangat penting kedudukannya bagi
perokonomian negara, sebab ia merupakan pusat produksi dan kegiatan pemasaran
dan mereka berada didalam pengawasan petugas perpajakan negara. Ibukota
tersebut juga sama pentingnya bagi vitalitas Islam-Iran. Pada tahun 1666,
menurut keterangan seorang pengujung bangsa Eropa, Isfahan memiliki 162 masjid,
48 perguruan, dan 273 tempat pemandian umum, yang hampir seluruhnya dibangun
oleh Abbas I dan penggantinya Abbas II (1642-1666).
Di bawah pemerintahan Abbas I Kerajaan Safawi mencapai
kekuasan politiknya yang tertinggi. Pemerintahannya merupakan sebuah
pemerintahan keluarga yang sangat dihormati dengan seorang penguasa yang
didukung oleh sejumlah pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa
saecara penuh mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli
kegiatan industri dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang
penting, membangun sejumlah kota besar, dan memugar sejumlah tempat keramat dan
jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan
rakyatnya (Lapidus, 1999).
Di bidang politik, keberhasilan menyatukan wilayah-wilayah
Persia dibawah satu atap, merupakan kesuksesanya di bidang politik. Betapa
tidak, karena sebelumnya wilayah Persia terpecah dalam berbagai dinasti kecil
yang bertaburan dimana-mana, sehingga para sejarawan berpendapat bahwa
keberhasilan Shafawiyah itu merupakam kebangkitan nasionalisme Persia.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas
dibidang politik, melainkan bidang lainnya juga mengalami kemajuan.
Kemajuan-kemajuan itu antara lain :
- Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi dicapai terutama setelah kepulauan Hurmua
dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya
Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa
diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya jadi milik
Kerajaan. Sektor pertanian juga mengalami kemajuan terutama didaerah bulan
sabit subur.
Letak Geografis Persia yang setrategis dan sebagian wilahnya
yang subur sehingga disebut sebagai daerah bulan sabit subur , membuat mata
dunia internasional pada saat itu memusatkan perhatiannya ke Persia. Portugal,
Inggris, Belanda, dan Prancis berlomba-lomba menarik simpati istana Safawiyah.
Bahkan Inggris telah mengirim duta khusus dan ahli pembuat senjata modern guna
membantu memperkuat militer Safawiyah.
- Bidang Ilmu Pengetahuan
Kemajuan di bidang tasawuf ditandai dengan berkembangnya
filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-ilahiyah) yang kemudian terkenal dengan
sebutan filsafat ’’pencerahan’’. Adapun tokoh terbesarnya adalah Mulla Sadra (Saepudin, 2007).
Sepanjang sejarah Persia dikenal sebagai bangsa yang telah
berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu, sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Din
al-Sayrazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan
Muhammad al-Baqir ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang
yang pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah. Selain itu ada juga
Bahauddin al-’Amali bukan saja seorang ahli teolog dan sufi, tapi ia juga ahli
matematika, arsitek, ahli kimia yang terkenal. Ia menghidupkan kembali studi
matematika dan menulis naskah tentang matematika dan astronomi untuk
menyimpulkan ahli-ahli terdahulu. Ia ahli agama terlahir dalam idlam yang juga
ahli matematika ternama. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaaan Safawi dapat
dikatakan lebih maju dibanding Mughal dan Usmani
- Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya
sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibukota kerajaan. Sejumlah
Masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memenjang diatas Zende Rud dan
isana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang
tertata apik.
Sejumlah kekurangan yang menyertai keberhasilan Syah Abbas
yaitu, Abbas tidak pernah berhasil dalam menegakkan sebuah rezim yang
benar-benar memusat. Beberapa kebijakannya dalam bidang administratif dan
kemiliteran yang mengurangi tokoh-tokoh Turki tidak pernah berhasil
menggeser kedudukan mereka. Kebijakannya dalam perdagangan hanya berhasil
dalam sesaat, beberapa progam keagamaan dan artistiknya mestilah disesuaikan
dengan kebijakan yang lain. Akhirnya para elite perkotaan dan tuan tanah
perkampungan juga terlalu lemah untuk mendukung sebuah negara yang memusat.
Beberapa perayaaan di bulan Muharram menjadi pusat seremonial
dalam kalender keagamaan Syi’ah. Pembacaan kisah Hasan yang sangat memilukan
hati, beberapa mata acara meliputi arak-arakan masa, pertunjukan yang
sangat mengasyikkan, pidato dan pembacaan sya’ir-sya’ir ratapan,
melambangkan rasa berkabung dan perasaan bersalah atas kematiannya. Beberapa
kelompok ketetanggaan, geng-geng pemuda, dan beberapa faksi keagamaan
berlomba-lomba dalam pemujaan terhadap Husayn bahkan sampai menimbulkan
pertumpahan darah. Demikianlah Syi’isme telah menyalin seluruh sensibilitas
keagamaan yang kompleks yang sebelumnya telah berkembang dalam Sunnisme. Dengan
demikian ia telah menjadi sebuah alternatif versi Islam yang kompherensif (Lapidus, 1999).
D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan safawi
Kemunduran pemerintahan pusat telah berlangsung sepeninggal
Abbas l. Setelah Abbas I tidak ada seorang
pun yang memiliki visi ataun kecakapan sebagaimana Abbas, lebih-lebih setelah
perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639, pasukan militer Safawiyah
terbengkalai dan terpecah menjadi sejumlah resimen kecil dan lemah. Pada akhir
abad tujuh belas, pasukan militer Safawiyah tidak lagi menjadi sebuah mesin
militer yang berguna. Adminitrasi pusat juga mengalami perpecahan, dan beberapa
prosedur penertiban pajak dan distribusi pendapatan negara menjadi tidak
terkendalikan. Melemahnya pemerintahan pusat memungkinkan bangkitnya sejumlah
pemberontakan otoritas Safawiyah. Pada abad delapan belas Iran telah dilanda
kondisi anarkis. Di antara pihak yang memperebutkan kekuasaan politik yang
paling besar adalah rezim Afghan, Afshar, Zand, dan Qajar. Pada tahun 1724,
Ghalzai Afghan mengambil alih kekuasaan atas Isfahan. Selanjutnya Iran diserang
oleh Usmani dan bangsa Rusia yang berbatasan dengannya.
Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali
pada tahun 1709 M, dibawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah
Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil di Afghanistan
berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir mahmud dan ia dapat
memperasatukan pasukan Ardabil, sehimgga ia mampu merebut negri-negri Afghan
dari kekuasaan Safawi.
Karna desakan dan ancaman Mir Mahmud, Syah Husain akhirnya
mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gubernur di Qandahar
dengan gelar Husai Quli Khan (budak husain). Dengan pengakuan ini, Mir mahmud
makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia dapat merebut Kirman dan tak
lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Syah Husain menyerah tanpa
syarat. Pada tanggal 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober Mir
Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putra Husain, bernama Tahmasp II, mendapat
dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia,memproklamasikan dirinya sebagai raja
yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaanya di kota Astarabat.
Tahun 1726 M, Tahmasp ll bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk
memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir
Mahmud, yang berkuasa di Isfahan di gempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir
Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan
demikian dinasti Syafawi mulai berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M,
Thahmasap ll dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas lll (anak
Tahmasp ll) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya
tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan
Abbas lll. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti safawi di persia.
Adapun
sebab- sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
a.
Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan
Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman
bagi kerajaan Usmani
b.
Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian
pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan
ini.
c.
Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l
ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tingi.
d.
Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana.
e.
Selain hal tersebut di atas,pada abad 17 beberapa
kalangan Ulama Syiah tidak lagi mau mengakui bahwa Safawiyah telah mewakili
pemerintahan sang imam tersembunyi. Pertama, Ulama mulai meragukan otoritas
Syah yang berlangsung secara turun temurun tersebut sebagai penanggung jawab
pertama atas ajaran islam Syiah. Kedua, selaras dengan keyakinan Syiah, bahkan
semenjak masa keghaiban besar tahun 941 sang imam tersembunyi tidak lagi
terwakili di muka bumi oleh Ulama.Selanjutnya Ulama menegaskan bahwasannya
Mujtahid menduduki otoritas keagamaan yang tertinggi.
f.
Kehancuran rezim ini juga di sebabkan sejumlah
perubahan yang luar biasa dalam hal hubungan negara dan agama.Safawiyah semula
merupakan sebuah gerakan, tetapi setelah berkuasa rezim ini justru menekan
bentuk bentuk millenarian islam sufi seraya cenderung kepada pembentukan
lembaga ulama negara. Safawiyah menjadikan Syiisme sebagai agama resmi Iran,
dan mengeliminir pengikut sufi mereka sebagai mana yang dilakukanya terhadap
ulama sunni.
g.
Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah
Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang
berakhir dengan Interfensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan
beberapa razim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh
politik bangsa eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan
dengan liberalisasi ulama.
Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan
kepada Iran modern berupa tradisi persia perihal sistem kerajaan yang agung,
yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur unsur
kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang
kohesif, monolitik dan mandiri (Lapidus, 1999).
BAB III
ANALISIS
Dalam perkembangan Dinasti Safawi ini tentu saja tidak terlepas dari
peran para sufi yang menganut faham Syiah sebagai landasan mereka untuk
membentuk Dinasti Safawi yang awalnya merupakan aliran bercorak gerakan tasawuf
menjadi gerakan yang memiliki kekuatan bukan hanya dalam bidang religi namun
juga merambah dalam kancah politik dengan mendirikan Dinasti Safawi di Persia.
Selama perjalanan karir para Shah yang memimpin Dinasti ini menurut kami
hanya ada dua Shah yang bisa membawa nama Safawi menjadi besar yaitu Shah
Ismail dan Shah Abbas I. Hal ini tentu saja didasari dari capaian yang
dihasilkan oleh kedua Shah tersebut dalam masa pemerintahannya, Shah Ismail
merupakan pendiri Dinasti ini dan merupakan raja pertama yang membuat Dinasti
Safawi memiliki pondasi kuat dalam kancah persaingan antara kerajaan Islam
lainnya seperti Utsmani di Turki dan Mughal di India. Selanjutnya kenapa kami
menempatkan Shah Abbas I sebagai raja yang membawa Dinasti Safawi menuju masa
keemasannya, hal ini karena pada masa pemerintahan Shah Abbas I telah
menunjukan kepada bangsa Utsmani bahwa dinasti Sawafi mampu berperang dengan
kerajaan Utsmani dengan menggunakan peralatan canggih setelah Shah Abbas di
datangi oleh bangsa asing dari Inggris. Dalam masa pemerintahannya pun banyak
kemajuan dalam bidang pembangunan fisik seperti istana yang indah yaitu Cehel
Sultun yaitu istana dengan 40, membangun taman-taman kota dan yang terpenting
adalah membangun jembatan di atas sungai Zandaruda yang menghubungkan kota lama
dengan kota baru dari sanalah perkembangan perekonomian menjadi sangat
berkembang pesat.
Terhadap politik keagamaan pun Shah Abbas I dikenal toleran hal ini
ditunjukan raja tidak lagi memaksakan faham Syiah, bahkan yang terjadi adalah
faham Sunni pun diijinkan berkembang dan hidup berdampingan. Agama lain pun
seperti Nasrani dan Yahudi bebas menjalankan syariat sesuai kepercayaannya.
Berangkat dari sanalah menurut hemat penulis bahwa kemajuan dan
perkembangan yang pesat Negara Iran tidak terlepas dari peranan Dinasti Safawi
pada masa abad ke-16. Perolehan yang dicapai oleh para Shah masa Dinasti Safawi
telah membuat Republik Islam Iran menjadi kuat dengan mahzab Syiah nya sampai
sekarang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam masa lebih dari tujuh adab kekuasaan islam di Persia,
umat islam telah mencapai kejayaannya disana khususnya yang di torehkan oleh Dinasti Safawi ini. Banyak prestasi
yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Namun pada sekitaran abad ke-17 M dunia Islam mulai menampakkan
tanda-tanda kemunduran, begitu juga peradabannya, kemunduran itu terjadi
setapak demi setapak, tidak lain merupakan akibat tangan manusia itu sendiri yang membuat Dinasti Safawi ini dalam
masa kehancurannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Fa'al, F. M. (2008). Sejarah Kekuasaan Islam.
Jakarta: Artha Rivera.
Hamka. (1975). Sejarah Ummat Islam III.
Jakarta: Bulan Bintang.
Lapidus, I. M. (1999). Sejarah Sosial Umat Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Saepudin, D. (2007). Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: UIN Jakarta Press.
Yatim, B. (1993). Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar