Kamis, 13 Desember 2012

“Sindiran” Prof. Anthony Reid untuk Bangsa Indonesia




Walaupun semakin banyak orang Indonesia belajar di luar negeri, mereka yang ada di bidang ilmu sosial menulis hampir secara eksklusif tentang negaranya sendiri, Indonesia. Hanya tinggal segelintir ilmuwan di universitas di Indonesia yang meneliti dan mengajar tentang negara selain Indonesia. Namun hampir 90% karya tertulis tentang Indonesia di jurnal-jurnal akademis internasional ditulis oleh orang yang tidak tinggal di Indonesia – sesuatu yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang paling tidak efektif di dunia dalam menjelaskan dirinya kepada dunia.
“Sindiran” ini ditulis oleh ilmuwan Asia Tenggara kenamaan, Prof. Anthony Reid, dalam tulisannya “Indonesia dan Dunia Sesudah 66 Tahun” yang dimuat oleh Majalah Tempo Edisi 14-20 November 2011 agaknya bisa membuka misteri kenapa negeri yang kaya raya ini tidak kunjung beranjak dari keterpurukan di berbagai bidang. Padahal ratusan ribu doktor tersebar di berbagai institusi baik pendidikan, pemerintahan maupun swasta. Tetapi kenapa kekuatan mereka “tidak mampu” menggerakkan lini-lini kehidupan dan membawa masyarakat ke arah yang lebih baik?
Ungkapan sinis dari beberapa orang terkait riset-riset terutama di bidang sosial bertemakan Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia yang bersekolah di luar negeri sebagai “bentuk balas budi” dan “penyenang pemberi donasi” sedikit banyak tidak bisa dipungkiri. Karya ilmiah mereka baik berupa tesis maupun disertasi yang mengungkapkan “borok-borok” Indonesia hanya menjadi justifikasi kelemahan negara ini. Ketika mereka pulang untuk mengabdi, kesan yang paling kentara adalah menjelek-jelekan negeri sendiri dengan membandingkan raihan yang dicapai oleh negara-negara tempat mereka belajar. Alih-alih memberikan solusi, mereka lebih banyak terjebak pada debat-debat teoritis tanpa peran partisipatif aktif di tengah-tengah masyarakat. Yang lebih parah, masalah-masalah negeri sendiri kemudian diproposalkan untuk mendapatkan dana besar dari luar. Jadilah masalah sebagai “kelinci” percobaan ataupun sekedar riset penelitian.
Majalah Tempo Edisi 14-20 November itupun mamaparkan nasib berbagai pusat-pusat studi Indonesia di Luar Negeri seperti Universitas Leiden Belanda, Universitas Cornell USA, dan Universitas Monash Australia yang mulai sepi dan tak lagi diminati. Yang paling mencenggangkan adalah rencana penutupan KITLV, yang menjadi pusatnya berbagai publikasi dan koleksi tentang Indonesia karena pemerintah Belanda melakukan pemotongan anggaran yang sedemikian besar. Tahun 1960-1970-an Indonesia dianggap sebagai tempat penelitian yang seksi dikarenakan pertarungan Liberalisme dengan Komunisme begitu tajam kala itu.
Tapi pasca Reformasi, dana penelitian dan jumlah peneliti asing tentang Indonesia mulai berkurang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dana-dana penelitian untuk Indonesia tak terlalu besar, karena para master dan doktor Indonesia lulusan luar negeri dianggap sudah “cukup” untuk menjalankan misi dan keinginan para punggawa kebijakan luar negeri di negara-negara “maju” sana. Namun, seperti kritik Reid, sebagian besar mereka tak mampu menjadi “duta” yang “bisa” menjelaskan Indonesia kepada dunia. Karena apa yang sampaikan hanya replika dengan sedikit modifikasi dari pemikiran-pemikiran orang asing.
Secara konstruktif, apa yang disampaikan oleh Reid ini seharusnya menjadi renungan bagi “orang-orang terdidik” di negeri ini untuk merumuskan identitas pemikiran mereka sendiri, dan merubah paradigma pengambilan riset. Ahli gamelan seharusnya orang Jawa bukan orang Belanda. Ahli sejarah manusia Minangkabau mestinya orang Minang, bukan orang Amerika. Ahli manusia Bugis selayaknya adalah orang Bugis, bukan orang Perancis. Di sisi pemilihan tema riset, mahasiswa-mahasiswa Indonesia harus berani. beralih ke tema-tema persoalan negara tempat mereka sedang menempuh studi. Ketika sisi-sisi positif dan negatif negara lain diketahui, maka peluang untuk mengadakan reflektif positif lebih besar daripada meneliti negeri sendiri kemudian hanya sekedar dibedah dengan metode-metode Asing.
Dua tantangan ini merupakan sebuah tugas berat. Tidak saja dari sisi “penyakit kronis” inlander yang masih membelit banyak orang di negeri ini, tetapi dari persoalan finansial, dimana pemberi donasi cenderung memberikan persyaratan pemilihan penelitian yang menguntungkan mereka. Sanggupkah kita segera sembuh dari belitan mental inlander itu? Kuatkah pemerintah memberikan beasiswa-beasiswa kepada putra-putri terbaik negeri ini dengan misi alih pengetahuan untuk kemajuan negeri dan sedikit demi sedikit memutus pemberian beasiswa asing yang punya tendensi???

disadur dari: http://grelovejogja.wordpress.com

Rabu, 14 November 2012

Komunitas Asia Raya Dalam Tinjauan Sejarah




Untuk kita bisa menghadapai dunia sebagai Komunitas Asia Raya harus ada kata kunci yang digapai untuk mendapat kesempatan menjadi bagian dari komunitas asia raya. Salah satunya adalah bahasa dan toleransi akan adanya kenisbian kebudayaan di dunia ini, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya di Asia merupakan pusat dari peradaban dunia, berbagai macam kebudayaan besar mencapai puncaknya berada di Asia, misalnya saja peradaban Lembah Sungai Indus atau yang lebih dikenal dengan peradaban Mohenjodaro-harappa, selanjutnya peradaban Babylonia di daerah lembah sungai Eufrat-Tigris dan bahkan peradaban budaya Jepang pun turut mewarnai keberagaman kebudayaan di Asia ini.
Jepang merupakan sebuah negara yang awalnya tidak di kenal dalam pergaulan politik dunia, hal ini dikarenakan sebelum tahun 1868 Jepang menerapkan politik Isolasi nya atau politik menutup diri dari pergaulan dunia. lalu mengapa negara Jepang bisa mencapai kemajuan pesat sekarang ini? Jepang mengalami kemajuan dalam berbagai hal dimuali tahun 1868 ketika pasukan dari Amerika Serikat yang dipimpin oleh  Komodor Perry memaksa membuka politik Isolasi yang diterapkan oleh jepang selama ratusan tahun. tidak mudah sebenarnya untuk dapat merubah kepribadian dari orang Jepang ini hal ini dikarenakan Jepang maju dengan cara memadukan nilai-nilai pragmatis yang ada dengan memadukan unsur-unsur kebudayaan lokal jepang.
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, merupakan hal yang sangat menggembirakan kalau kita melihatnya dari sudut pandang dunia, namun apabila kita melihatnya dari segi isi atau pengimplementasian demokrasi di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Masyarakat menyalahartikan arti demokrasi yang ada di indonesia dengan arti kebebasan, entah kebebasan berekspresi dan kebebasan-kebebasan lainnya.
Jepang belajar dari barat, indonesia pun belajar dari barat, tapi pertanyaanya adalah mengapa kita kalah dengan jepang? Peran intelektual dari jepang yang memang ingin memajukan negaranya. Seperti diketahui bahwa setelah restorasi meiji pemerintah jepang menyebarkan pemudanya untuk  mengubah jepang. Namun bagaimana dengan indonesia? Tidak dapat dipungkiri bahwa penduduk indonesia banyak berdiaspora di seluruh pelosok dunia. Intelektual indonesia, ide-ide yang ada dikembangkan di negara yang dia tempati.
Permasalahan yang dihadapi oleh indonesia adalah, kualitas SDM indonesia masih rendah dibandingkan negara lain di kawasan asia lainnya, selanjutnya budaya inward looking lebih besar dibanding outward looking di kalangan akadmeisi, jumlah enterpereneur masih kurang apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yangb ada, yang paling jelas adalah penduduk indonesia memiliki budaya konsumtif yang tinggi. Praktik demokrasi yang ada di negeri ini belum menunjukan hakikat yang sebenarnya yaitu equal before the law, social justice. Industri kreatif masih kurang contoh nya saja indonesia belum memiliki ciri yang has dalam industri perfileman dan musik india punya bollywood, AS dengan Hollywoodnya.

Kamis, 18 Oktober 2012

Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia


A.    Bentuk-Bentuk Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia
Islam telah mengalami sejumlah pergerakan kebangkitan kembali yang cukup besar dalam dua abad terakhir, dimulai dengan gerakan wahabiah yang dipimpin oleh Ibn’Abd-al-Wahhab pada abad ke-18 di Arab. Sementara suatu dorongan moral dan spiritual umum seperti yang ada di balik Wahabisme masih tetap berpengaruh selama abad ke-19 di Afrika dan anak benua India, ketika itu pula pergerakan intelektual yang kuat lahir selama pertengahan terakhir abad ke-19 (Azra, 1985, p. 20). Hal ini pula yang membawa pengaruh besar dalam pergerakan pembaharuan dalam dunia Islam yang ada di negara-negara muslim khususnya Indonesia yang mengalami gerakan moderenisme dalam Islam.
Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia menurut tidaklah dimulai pada tahun 1911 dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam atau juga tahun 1912 dengan berdirinya Muhammadiyah bukan juga tahun 1906 dengan terbitnya majalah Al-Iman dan ada juga lembaga pendidikan yang didirikan tahun 1905 di jakarta dengan nama Jami’at Khair (Noer, 1980, hal. xi). Hal ini memang benar karena tahun-tahun yang tercantum diatas merupakan tahun resmi berdirinya organisasi, berdirinya sekolah maupun terbitnya majalah Islam. Namun, untuk awal gerakan entah berupa ajakan maupun anjuran dalam pembaharuan Islam telah jauh terjadi sebelum itu.
Perkembangan gerakan Islam di Indonesia berkembang dengan pesat tidak terlepas dari keadaan situasi politik dunia yang memanas, pada awalnya gerakan pembaharuan Islam ini timbul akibat pemikiran Jamaludin al-Afgani mengenai Pan-Islamisme atau pembaharuan dalam Islam untuk menjadikan satu dalam kekuatan.
Perkembangan Pan-Islamisme itu sendiri mencuat ke permukaan sekitar awal abad ke-20 akibat kemunduran dunia Islambsmentara dunia barat mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Tentu saja perkembangan pergerakan yang terjadi di dunia Islam ini mendorong Indonesia juga untuk ikut bagian dalam gerakan pebaharuan ini. Selain di Indonesia pengaru dari pemikiran pembaharuan Islam ini juga sampai ke negara-negara Islam lainnya sperti Mesir, Libya, Irak, Iran dan Pakistan.
Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan pemurnian Agama Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain mempunyai penonjolan perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara keseluruhan mereka mempunyai cita-cita yang sama dan tunggal yaitu “Izzul Islam wal Muslimin” atau kejayaan Agama Islam dan Kaum Muslimin. Di antara gerakan-gerakan tersebut adalah Sarekat Islam yang nantinya bertransformasi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Islam (UMY, 2012).
Ada banyak bentuk pembaharuan dalam dunia Islam yang terjadi setelah perkembangan Islam yang mantap pula di Indonesia, hal ini di dorong oleh sudah banyaknya golongan intelektual di kalangan rakyat Indonesia akibat diterapkannya politik etis oleh pemerintah kolonial. Pembaharuan Islam yang ada di Indonesia cukup menarik karena  Ada yang bergerak dalam bidang politik dan ada juga yang bergerak dalam sosial kemasyarakatan.
Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu Gerakan Modernis dan Gerakan Reformis. Yang dimaksud dengan Gerakan Modernis ialah gerakan yang menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Jadi semua Gerakan Islam tersebut dapat digolongkan sebagai gerakan Modernis. Sedangkan Gerakan Reformis, berarti di samping gerakan ini menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya, juga berusaha memurnikan Islam dan membangun kembali Islam dengan pikiran-pikiran baru, sehingga Islam dapat mengarahkan dan membimbing umat manusia dalam kehidupan mereka (UMY, 2012)

B.     GERAKAN POLITIK ISLAM

1.    Sarekat Islam

Sebelum menjadi Sarekat Islam, pada mulanya berasal organisasi dagang yang bernama Sarekat Dagang Islam. Didirikan pada 1911 oleh seorang pengusaha batik terkenal di Sala, yaitu Haji Samanhudi. Anggota-anggotanya terbatas pada para pengusaha dan pedagang batik, sebagai usaha untuk membela kepentingan mereka dari tekanan politik Belanda dan monopoli bahan-bahan batik oleh para pedagang Cina. Kemudian akibat pelarangan terhadap Sarekat Dagang Islam oleh Residen Surakarta, maka pada 1912 kedudukannya dipindah ke Surabaya dan namanya pun berganti menjadi Sarekat Islam.
Sarekat Islam dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Dan dibawah kepemimpinannya Sarekat Islam berkembang mewnjadi sebagai organisasi besar dasn berpengaruh, anggota-anggotanya semakin Banyak dan meliputi  seluruh lapisan masyarakat dan cabang-cabangnya berdiri dimana-mana. Tujuannya diperluas, tidak saja urusan dagang dan perekonomiannya, melainkan lebih luas dan besar yaitu: menentang politik kolonial Belandadalam segala seginya dengan menggunakan dasar perjuangan islam. Dengan tujuan tersebut akhirnya Sarekat Islam memasuki bidang politik dan menginginkan suatu pemerintahan yang bebas dari penjajahan Belanda.
Karena Sarekat Islam diselundupi oleh orang-orang komunis yang tergabung dalam organisasi Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) pimpinan Sneevliet, seorang kader komunis yg berasal dari negeri Belanda, akhirnya tak dapat mengelakkan diri dari perpecacahan, dan menjadilah SI Putih SI Merah yang beraliran komunis . Sarekat Islam Putih kemudian meningkatkan diri menjadi satu organisasi politik Partai Sarekat Islam Indonesia yang diresmikan pada tahun 1929.

2.     Partai Islam Masjumi

Partai Islam Masjumi berdiri pada tanggal 7 November 1945 sebagai hasil keputusan Muktamar Umat Islam Indonesia I yang berlangsung di Yogyakarta (Gedung Madrasah Mualimin Muhammadiyah) pada tanggal 7-8 November 1945. Kongres ini dihadiri oleh hampir semua tokoh dari berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang serta pada masa pendudukan Jepang, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sarekat Islam, al-Wasliyah, Persis, al-Irsyad, serta tokoh intelektual muslim yang pada zaman Belanda aktif dalam Jong Islamiten Bond dan Islam Study Club dan sebagainya. Dalam kongres tersebut disepakati dan diputuskan untuk mendirikan Majlis Syura Pusat bagi umat Islam Indonesia.
Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan politik organisasi Islam pada akhir zaman penjajah Belanda yang dikenal dengan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI adalah suatu wadah federasi dari semua organisasi Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik praktis maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH Mas Masyur (Muhammadiyah), KH Wahab Hasbullah (NU), dan Wondo Amiseno (Sarekat Islam). Kemudian pada masa pendudukan Jepang gabungan gerakan Islam yang juga bersifat federasi semacam MIAI ini dinamakan Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masjumi).
Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan rumusan “Terlaksananya syari’at Islam dalam kehidupan orang-seorang, masyarakat, dan Negara Republik Indonesia” dalam kiprah politiknya sepanjang masa hidupnya, baik dalam bentuk program maupun kebijakan-kebijakan partai menampakan sikap yang tegar, istiqomah, konsisten terhadap prinsip-prinsip Islam yang bersumber pada Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Politik yang dianut oleh Partai Masjumi adalah politik yang menggunakan parameter Islam, artinya bahwa semua program atau kebijakan partai harus terukur secara pasti dengan nilai-nilai Islam. Ungkapan bahwa politik itu kotor, menurut keyakinan Partai Masjumi tidak mungki  terjadi manakala sikap, langkah, dan pola perjuangannya selalu berada di atas prinsip-prinsip ajaran Islam. Masjumi mengakui terhadap realitas yang terjadi di tengah-tengah arena politik bahwa politik itu memang kotor, kalau politik itu didasarkan pada “politik bebas nilai” atau politik yang diajarkan oleh Nicollo Machiavelli bahwa “tujuan menghalalkan semua cara”. Politik Islam sebagaimana yang dianut oleh Partai masjumi adalah politik yang mengharamkan tujuan yang ditempuh dengan semua cara. Islam mengajarkan bahwa “Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara-cara yang baik pula”.
Pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan Pemilu, Partai Masjumi mendapatka 57 kursi di pemerintahan. Akan tetapi karena Bung Karno termakan oleh bujukan dari Komunis sehingga pada tanggal 17 Agustus 1960 mengeluarka Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 200 tahun 1960 untuk membubarkan Partai Islam Masjumi dari pusat sampai ranting di seluruh wilayah NKRI. Pada tanggal 13 September 1960 DPP Masjumi membubarkan Masjumi dari pusat sampai ke ranting-rantingnya. 

B.     GERAKAN SOSIAL KEMASYARAKATAN ISLAM

1.     Muhammadiyah

Sejak tahun 1905, Kyai Haji Ahmad Dahlan telah banyak melakukan dakhwah dan pengajian-pengajian yang berisi faham baru dalam islam dan menitik beratkan pada segi alamiyah. Baginya, Islama adalah agama amal, suatau agama yang mendorong umatnya untuk banyak melakukan kerja dan berbuat sesuatu yang bermanfaat. Dengan bekal pendalaman beliau terhadap Al- Qura’an dan sunannah Nabi, sampai pada pendirian dan tindakana yang banyak bersifat pengalaman Islam dalam kehidupan nyata.
Dari kajian – kajian Kyai Haji Ahmad Dahlan ,akhirnya timbul pertanyaan kenapa banyak gerakan-gerakan islamyang tidak berhasil dalam usahanya? Hal ini tidak lain di sebabkan banyak orang yang bergerak dan berjuang tetapi tidak berilmu luas serta sebaliknya banyak orang yang berilmu akan tetapi tidak mau mengamalkan ilmunya.
Atas dasar keyakinannya itulah, Kyai Haji Ahmad Dahlan ,pada tahun 1991 mendirikan “sekolah Muhammadiyah” yang menempati sebuah ruangan dengan meja dan papan tulis. Dalam sekolah tersebut, di masukkan pula beberapa pelajaran yang lazim di ajarkan di sekolah-sekolah model Barat, seperti Ilmu Bumi, Ilmu Alam, Ilmu Hayat dan sebagainya. Begitu pul;a di perkenalkan cara-cara baru dalam pengajaran ilmu-ilmu keagamaan sehingga lebih menarik dan lebih menyerap. Dengan murid yang tidak begitu banyak,jadilah sekolah Muhammadiyah tersebut sebagai tempat persemaian bibit-bibit pembaruan dalam Islam Indonesia.
Dan sebagai puncaknya berdirilah gerakan Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 yang bertepatana dengan tanggal 18 November 1992, yang di dalam Anggaran Dasarnya yang pertama kali bertujuan: “ Menyebarkan Pengajarn Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera,di dalam residensi yogyakarta” serta “ Memajukan hal agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
2. Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi Islam besar lainnya di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat tradisi yang sudah menjadi adat kehidupan masyarakat Islam yang ada di Indonesia di Jawa khususnya telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Dalam menjalankan organisasinya Nahdlatul Ulama dalam Wikipedia memiliki tujuan utama yakni, menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.     Persatuan Islam

Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada 17 September 1923 oleh K.H. Zamzam, seorang ulama berasal dari Palembang. Persis bertujuan mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan AL-Qur’an dan sunnah Nabi dengan jalan mendirikan madrasah-madrasah, pesantren dan tabliqh pidato ataupun tulisan. Selain itu, menerbitkan pula majalah yang cukup menonjol pada zamannya, yaitu “Pembela Islam” dan majalah Al Muslimin. Selain itu juga Persis memiliki tujuan lain yakni untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits (sabda Nabi).
Persis sangat menonjol dalam usahanya memberantas segala macam bid’ah dan khufarat , dengan cara-cara radikal dan tidak tanggung- tanggung. Lebih-lebih setelah Persis berda dalam kepemimpinan ustadz A. Hasan, yang terkenal tajam pena dan lidahnya menegakkan kemurnian agama, maka Persis semakin hari semakin bertambah luas dan berkembang. Diantara alumni pendidikan Persis yang terkemuka adalah M.Natsir, seorang tokoh cendikiawan dan pemimpin Islam Indonesia yang juga pernah menjadi Perdana Menteri RI dan menduduki jabatan-jabatan penting dalam Lembaga Islam International.
Daftar Pustaka
Azra, H. N. (1985). Perkembangan Modern Dalam Islam . In F. Rahman, Gerakan Pembaharuan Dalam Islam Dewasa Ini (pp. 19-44). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Noer, D. (1980). Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
UMY, I. F. (2011). Retrieved from [online] http://immfkikumy.wordpress.com/2011/11/10/gerakan-pembaharuan-islam-di-indonesia/html. diakses tanggal 10 Mei 2012.
Wikipedia. (n.d.).Nahdlatul Ulama. [online] Retrieved from http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama. diakses tanggal 10 mei 2012.

Sabtu, 15 September 2012

DINASTI SAFAWI


DINASTI SAFAWI
OLEH: RINALDO ADI PRATAMA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak mundur dan berakhirnya era kekuasaan Dinasti Abbasiyah akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam yang sudah dibangun selama masa kekuasaan sebelumnya banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Wilayah kekuasaannya tidak lagi bersatu dalam kekuatan yang besar dengan satu pemimpin yang menjadi khalifah sebagai pusat dari pemerintahan. Namun yang terjadi adalah kekuatan politik Islam terpecah dan terbagi dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Namun, hal tragis yang menimpa umat Islam tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan mulai berkembang kembali dan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang berada saling berjauhan yaitu Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Ketiga kerajaan tersebut memiliki andil besar dalam memajukan kembali peradaban Islam yang telah hancur akibat berbagai peristiwa yang telah terjadi.
Salah satu kerajaan atau dinasti yang akan penulis bahas kali ini adalah Dinasti Safawi yang awalnya merupakan gerakan tarekat tasauf dan berkembang menjadi kekuatan politik dengan membentuk Dinasti Safawi yang bermahzab Syiah dua belas imam sebagai mahzab resmi kerajaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Awal Berdirinya Dinasti Safawi
Kerajaan Safawi bermula dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan (Fa'al, 2008). Tarekat ini diberi nama Safawiyah karena pendirinya bernama Syech Safuyudin Ishaq (1252-1334) seorang guru agama yang lahir dari sebuah keluaraga Kurdi di Iran Utara. Beliau merupakan anak murid seorang imam Sufi yiaitu Sheikh Zahed Gilani (1216–1301, dari Lahijan). Safi Al-Din kemudiannya menukar Ajaran Sufi ini kepada Ajaran Safawiyah sebagai tindak balas kepada pencerobohan tentera Mongol di wilayah Azerbaijan.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk memerangi orang-orang ingkar dan golongan yang disebut sebagai ahli-ahli bid’ah  (Hamka, 1975). Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi gelar Khalifah untuk memimpin murid-murid di daerahnya masing-masing.
Gerakan Safawi mewakili sebuah kebangkitan Islam Populer yang menentang dominasi militer yang meresahkan dan bersifat eksploitatif. Tidak seperti gerakan lainnya, gerakan Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai 1722. Sang pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk memurnikan dan memulihkan kembali ajaran Islam.
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini dapat berkembang dengan cepat. Nama safawi ini terus dipertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerjaan besar islam lainnya seperti kerajan Turki Usmani dan Mughal.  Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan madzhab Negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
B.     Perkembangan Kerajaan Safawi
Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya (Hamka, 1975). Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakni ajaran Syiah. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.
Bermula dari perajurit akhirnya mereka memasuki dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Shah al Junaid. Dinasti safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasaan Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang akhirnya menyebabkan kelompok Junaid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari penguasa Diyar bakr, AK–Koyunlu juga suku bangsa Turki.  Ia tinggal di istana  Uzun hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M. Ia mencoba merebut Sircasia tetapi pasukan yang dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Haisan dan lahirlah Ismail dan dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi dan mengatakan bahwa Syiahlah yang resmi dijadikan mazhab kerajaan ini. Kerajaan inilah dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran  (Yatim, 1993).
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh.
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas ataskematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapatdikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah).
Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I.
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur.
Safawiah menegaskan persekutuan mereka dengan Syi’ah dan Syah Ismail, menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai sang imam tersembunyi, sebagai reinkarnasi dari Ali, dan sebagai simbol wujud ketuhanan. Ismail mengkelaim sebagai keturunan dari imam ketujuh, dan sebagai generasi ketujuh dalam garis  keturunan  Safawiah, dimana setiap imam secara berurutan merupakan pembawa cahaya ketuhanan yang disampaikan dari satu generasi kegenerasi yang lainnya. Dengan kecenderungannya kepada sinkereatisme religius dari beberapa gerakan sufi yang telah berlangsung selama dua abad di Iran barat, dan dengan menggabungkan beberapa pengaruh keagamaan yang berbeda-beda, termasuk Syi’isme, mesiannisme, Sunni dan Budhisme. Ismail juga menyatakan secara tegas bahwa dirinya adalah reingkarnasi dari Khidir, pembawa kebijaksanaan masa lampau, dan sebagai ruh Yesus. Dengan diterangi cahaya ketuhanan yang mana cahaya tersebut mendahului Al Qur’an dan penciptaan alam semesta ini, yang diturunkan oleh keluarga nabi untuk ditubuhkan di dalam diri Ismail, maka ia menjadi seorang mesiah, Syah, pemilik kekuasaan temporal dan sekaligus pemilik kerajaan mistikal. Berdasarkan beberapa klaim keagamaan ini, tokoh-tokoh Syafawiah menuntut sebuah kepatuan absolut dan tanpa keraguan absolut dari para tokoh sufi mereka (Lapidus, 1999).
Ismail memberlakukan faham Syi’ah sebagai madzhab resmi negara. Untuk menerapkan keinginannya ini ia kerap mendapat tantangan dari Ulama Sunni. Pertentangan ideologi muncul akibat penerapan faham Syi’ah ini. Syah Ismail tidak segan segan menerapkan faham ini dengan tindakan kekerasan. Di Baghdad dan Herat, misalnya, Syah Isma’il membunuh secara kejam para Ulama dan sastrawan sunni yang menolak ideologi Syi;ah. Akibatnya hinga  beberapa dekade kemudian para penganut Sunni di Kurasan, misalnya, harus menyembunyikan identitas Sunni mereka atau mempraktekkan tradisi Sunninya secara sembunyi-sembunyi.
Ismail adalah orang yang sangat berani dan berbakat. Ambisi politiknya mendorong untuk menguasai negara lain sampai Turki Usmani. Namun dalam peperangan ia dikalahkan pasukan militer Turki yang lebih unggul dalam kemiliteran. Karena keunggulan militer kerajaan Usmani, dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan, malah Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan oleh pulangnya sultan Salim ke Turki karena terjadi perpecahan  dikalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan akibat perang dengan Turki Usmani ini membuat Ismail frustasi. Ia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara suku-suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Saepudin, 2007).
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi:
Nama-nama Raja
Tahun Masehi
Tahun hijriah
Isma’il I
Thahmsap l
Isma’il ll
Muhamad Khudabanda
Abbas l
Shafi l
Abbas ll
Sulayman l (Shafi ll)
Husayn l
Thahmasp ll
Abbas lll
Sulayman ll
Isma’il lll
Husan ll
Muhammad
1501
1524
1576
1578
1588
1629
1642
1666
1694
1722
1732
1749
1750
1753
1786
907
930
984
985
996
1038
1052
1077
1105
1135
1145
1163
1163
1166
1200

C.    Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi Kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi ke lima, Abbas 1 naik tahta (1588-1628). Popularitas Abbas 1 ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai seorang Syi’ah yang shaleh. Sebagai bukti atas kesalehannya adalah bahwa dia sering berziarah ketempat suci Qum dan Masyhad . Disamping itu Ia pun melakukan perubahan struktur birokasi dalam lembaga politik keagamaaan. Lembaga sadarat secara berangsur-angsur dagantikan oleh lembaga Ulama yang dipimpin oleh seorang syichul Islam. Dalam tradisi Sunni lembaga tersebut menunjukkan pemisahan struktur kekuasaan politik antara Ulama dan Umara. Abbas1 telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang keagamaan, yang membuat ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan (Saepudin, 2007).
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas l dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah:
a.       Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia
b.      Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakr, Umar, dan Usman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas memyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandra di Istambul
Semenjak masa Syah Abbas, pedagang-pedagang Armenia dengan bersekutu dengan Inggris, Prancis, Belanda, dan dengan dukungan dari samg Syah, tengah bersaing dengan pihak Usmani dan Portugis dalam perdagangan barang-barang sutra, karpet wool, kain selendang, dan porselin. Meskipun demikian, pada akhir abad tujuh belas pedagang-pedagang Eropa pada dasarnya telah menguasai perdagangan Iran dan sejimlah keuntungan Ekonomis dari perdagangan dunia agaknya telah lepas dari Iran.
Kunci dari program administrasi dan ekonomi Syah Abbas adalah pembentukan ibukota baru yang besar Isfahan. Isfahan merupakan  kota yang sangat penting bagi tujuan politik dan ekonomi bagi negara Iran yang memusat dan bagi legitimasi Dinasti Safawiyah. Safawiyah membangun kota baru tersebut mengitari Mydani-Syah, yakni sebuah alun-alun yang besar yang luasnya sekitar 160×500 meter. Alun-alun tersebut berfungsi sebagai pasar tempat perayaan dan sebagai lapangan permainan polo. Ia dikelilingi oleh sederetan toko bertingkat dua, dan sejumlah gedung utama pada setiap sisinya. Pada sisi bagian timur terdapat Masjid Saikh Lutfallah, yang mulai dibangun pada 1603 dan selesai pada 1618, merupakan sebuah oratorium yang disediakan sebagai tempat peristirahatan pribadi Syah.
Sejumlah bazar di Isfahan sangat penting kedudukannya bagi perokonomian negara, sebab ia merupakan pusat produksi dan kegiatan pemasaran dan mereka berada didalam pengawasan petugas perpajakan negara. Ibukota tersebut juga sama pentingnya bagi vitalitas Islam-Iran. Pada tahun 1666, menurut keterangan seorang pengujung bangsa Eropa, Isfahan memiliki 162 masjid, 48 perguruan, dan 273 tempat pemandian umum, yang hampir seluruhnya dibangun oleh Abbas I dan penggantinya Abbas II (1642-1666).
Di bawah pemerintahan Abbas I Kerajaan Safawi mencapai kekuasan politiknya yang tertinggi. Pemerintahannya merupakan sebuah pemerintahan keluarga yang sangat dihormati dengan seorang penguasa yang didukung oleh sejumlah pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa saecara penuh mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan industri dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang penting, membangun sejumlah kota besar, dan memugar sejumlah tempat keramat dan jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan rakyatnya (Lapidus, 1999).
Di bidang politik, keberhasilan menyatukan wilayah-wilayah Persia dibawah satu atap, merupakan kesuksesanya di bidang politik. Betapa tidak, karena sebelumnya wilayah Persia terpecah dalam berbagai dinasti kecil yang bertaburan dimana-mana, sehingga para sejarawan berpendapat bahwa keberhasilan Shafawiyah itu merupakam kebangkitan nasionalisme Persia.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas dibidang politik, melainkan bidang lainnya juga mengalami kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain :
  1. Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi dicapai terutama setelah kepulauan Hurmua dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya jadi milik Kerajaan. Sektor pertanian juga mengalami kemajuan terutama didaerah bulan sabit subur.
Letak Geografis Persia yang setrategis dan sebagian wilahnya yang subur sehingga disebut sebagai daerah bulan sabit subur , membuat mata dunia internasional pada saat itu memusatkan perhatiannya ke Persia. Portugal, Inggris, Belanda, dan Prancis berlomba-lomba menarik simpati istana Safawiyah. Bahkan Inggris telah mengirim duta khusus dan ahli pembuat senjata modern guna membantu memperkuat militer Safawiyah.
  1. Bidang Ilmu Pengetahuan
Kemajuan di bidang tasawuf ditandai dengan berkembangnya filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-ilahiyah) yang kemudian terkenal dengan sebutan filsafat ’’pencerahan’’. Adapun tokoh terbesarnya adalah Mulla Sadra (Saepudin, 2007).
Sepanjang sejarah Persia dikenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang  selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Din al-Sayrazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah. Selain itu ada juga Bahauddin al-’Amali bukan saja seorang ahli teolog dan sufi, tapi ia juga ahli matematika, arsitek, ahli kimia yang terkenal. Ia menghidupkan kembali studi matematika dan menulis naskah tentang matematika dan astronomi untuk menyimpulkan ahli-ahli terdahulu. Ia ahli agama terlahir dalam idlam yang juga ahli matematika ternama. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaaan Safawi dapat dikatakan lebih maju dibanding Mughal dan Usmani
  1. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibukota kerajaan. Sejumlah Masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memenjang diatas Zende Rud dan isana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik.
Sejumlah kekurangan yang menyertai keberhasilan Syah Abbas yaitu, Abbas tidak pernah berhasil dalam menegakkan sebuah rezim yang benar-benar memusat. Beberapa kebijakannya dalam bidang administratif dan kemiliteran yang mengurangi tokoh-tokoh Turki tidak pernah berhasil menggeser  kedudukan mereka. Kebijakannya dalam perdagangan hanya berhasil dalam sesaat, beberapa progam keagamaan dan artistiknya mestilah disesuaikan dengan kebijakan yang lain. Akhirnya para elite perkotaan dan tuan tanah perkampungan juga terlalu lemah untuk mendukung sebuah negara yang memusat.
Beberapa perayaaan di bulan Muharram menjadi pusat seremonial dalam kalender keagamaan Syi’ah. Pembacaan kisah Hasan yang sangat memilukan hati, beberapa mata acara meliputi arak-arakan masa, pertunjukan yang sangat  mengasyikkan, pidato dan pembacaan sya’ir-sya’ir ratapan, melambangkan rasa berkabung dan perasaan bersalah atas kematiannya. Beberapa kelompok ketetanggaan, geng-geng pemuda, dan beberapa faksi keagamaan berlomba-lomba dalam pemujaan terhadap Husayn bahkan sampai menimbulkan pertumpahan darah. Demikianlah Syi’isme telah menyalin seluruh sensibilitas keagamaan yang kompleks yang sebelumnya telah berkembang dalam Sunnisme. Dengan demikian ia telah menjadi sebuah alternatif versi Islam yang kompherensif (Lapidus, 1999).
D.    Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan safawi
Kemunduran pemerintahan pusat telah berlangsung sepeninggal Abbas l. Setelah Abbas I tidak ada seorang pun yang memiliki visi ataun kecakapan sebagaimana Abbas, lebih-lebih setelah perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639, pasukan militer Safawiyah terbengkalai dan terpecah menjadi sejumlah resimen kecil dan lemah. Pada akhir abad tujuh belas, pasukan militer Safawiyah tidak lagi menjadi sebuah mesin militer yang berguna. Adminitrasi pusat juga mengalami perpecahan, dan beberapa prosedur penertiban pajak dan distribusi pendapatan negara menjadi tidak terkendalikan. Melemahnya pemerintahan pusat memungkinkan bangkitnya sejumlah pemberontakan otoritas Safawiyah. Pada abad delapan belas Iran telah dilanda kondisi anarkis. Di antara pihak yang memperebutkan kekuasaan politik yang paling besar adalah rezim Afghan, Afshar, Zand, dan Qajar. Pada tahun 1724, Ghalzai Afghan mengambil alih kekuasaan atas Isfahan. Selanjutnya Iran diserang oleh Usmani dan bangsa Rusia yang berbatasan dengannya.
Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M, dibawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil di Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir mahmud dan ia dapat memperasatukan pasukan Ardabil, sehimgga ia mampu merebut negri-negri Afghan dari kekuasaan Safawi.
Karna desakan dan ancaman Mir Mahmud, Syah Husain akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husai Quli Khan (budak husain). Dengan pengakuan ini, Mir mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia dapat merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Syah Husain menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putra Husain, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia,memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaanya di kota Astarabat. Tahun 1726 M, Tahmasp ll bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan di gempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian dinasti Syafawi mulai berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Thahmasap ll dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas lll (anak Tahmasp ll) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas lll. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti safawi di persia.
Adapun sebab- sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
a.       Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani
b.      Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini.
c.       Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tingi.
d.      Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan  keluarga istana.
e.       Selain hal tersebut di atas,pada abad 17 beberapa kalangan Ulama Syiah tidak lagi mau mengakui bahwa Safawiyah telah mewakili pemerintahan sang imam tersembunyi. Pertama, Ulama mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun temurun tersebut sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran islam Syiah. Kedua, selaras dengan keyakinan Syiah, bahkan semenjak masa keghaiban besar tahun 941 sang imam tersembunyi tidak lagi terwakili di muka bumi oleh Ulama.Selanjutnya Ulama menegaskan bahwasannya Mujtahid menduduki otoritas keagamaan yang tertinggi.
f.       Kehancuran rezim ini juga di sebabkan sejumlah perubahan yang luar biasa dalam hal hubungan negara dan agama.Safawiyah semula merupakan sebuah gerakan, tetapi setelah berkuasa rezim ini justru menekan bentuk bentuk millenarian islam sufi seraya cenderung kepada pembentukan lembaga ulama negara. Safawiyah menjadikan Syiisme sebagai agama resmi Iran, dan mengeliminir pengikut sufi mereka sebagai mana yang dilakukanya terhadap ulama sunni.
g.      Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Interfensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan beberapa razim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama.
Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri (Lapidus, 1999).

BAB III
ANALISIS

Dalam perkembangan Dinasti Safawi ini tentu saja tidak terlepas dari peran para sufi yang menganut faham Syiah sebagai landasan mereka untuk membentuk Dinasti Safawi yang awalnya merupakan aliran bercorak gerakan tasawuf menjadi gerakan yang memiliki kekuatan bukan hanya dalam bidang religi namun juga merambah dalam kancah politik dengan mendirikan Dinasti Safawi di Persia.
Selama perjalanan karir para Shah yang memimpin Dinasti ini menurut kami hanya ada dua Shah yang bisa membawa nama Safawi menjadi besar yaitu Shah Ismail dan Shah Abbas I. Hal ini tentu saja didasari dari capaian yang dihasilkan oleh kedua Shah tersebut dalam masa pemerintahannya, Shah Ismail merupakan pendiri Dinasti ini dan merupakan raja pertama yang membuat Dinasti Safawi memiliki pondasi kuat dalam kancah persaingan antara kerajaan Islam lainnya seperti Utsmani di Turki dan Mughal di India. Selanjutnya kenapa kami menempatkan Shah Abbas I sebagai raja yang membawa Dinasti Safawi menuju masa keemasannya, hal ini karena pada masa pemerintahan Shah Abbas I telah menunjukan kepada bangsa Utsmani bahwa dinasti Sawafi mampu berperang dengan kerajaan Utsmani dengan menggunakan peralatan canggih setelah Shah Abbas di datangi oleh bangsa asing dari Inggris. Dalam masa pemerintahannya pun banyak kemajuan dalam bidang pembangunan fisik seperti istana yang indah yaitu Cehel Sultun yaitu istana dengan 40, membangun taman-taman kota dan yang terpenting adalah membangun jembatan di atas sungai Zandaruda yang menghubungkan kota lama dengan kota baru dari sanalah perkembangan perekonomian menjadi sangat berkembang pesat.
Terhadap politik keagamaan pun Shah Abbas I dikenal toleran hal ini ditunjukan raja tidak lagi memaksakan faham Syiah, bahkan yang terjadi adalah faham Sunni pun diijinkan berkembang dan hidup berdampingan. Agama lain pun seperti Nasrani dan Yahudi bebas menjalankan syariat sesuai kepercayaannya.
Berangkat dari sanalah menurut hemat penulis bahwa kemajuan dan perkembangan yang pesat Negara Iran tidak terlepas dari peranan Dinasti Safawi pada masa abad ke-16. Perolehan yang dicapai oleh para Shah masa Dinasti Safawi telah membuat Republik Islam Iran menjadi kuat dengan mahzab Syiah nya sampai sekarang.
  
BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam masa lebih dari tujuh adab kekuasaan islam di Persia, umat islam telah mencapai kejayaannya disana khususnya yang di torehkan oleh Dinasti Safawi ini. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Namun pada sekitaran abad ke-17 M dunia Islam mulai menampakkan tanda-tanda kemunduran, begitu juga peradabannya, kemunduran itu terjadi setapak demi setapak, tidak lain merupakan akibat tangan manusia itu sendiri yang membuat Dinasti Safawi ini dalam masa kehancurannya.
 DAFTAR PUSTAKA

Fa'al, F. M. (2008). Sejarah Kekuasaan Islam. Jakarta: Artha Rivera.
Hamka. (1975). Sejarah Ummat Islam III. Jakarta: Bulan Bintang.
Lapidus, I. M. (1999). Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Saepudin, D. (2007). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Yatim, B. (1993). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Press.



Senin, 02 April 2012

TEORI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


oleh: Rinaldo Adi Pratama

Sebelum Indonesia atau Nusantara terpengaruh oleh Islam, sebelumnya di Nusantara sudah berdiri dan berkembang agama dan kebudayaan yang bercorak Hindu-Buddha. Ada beberapa teori mengenai masuk dan berkembangnya Agama Islam di Nusantara antara lain.
1.   Teori India
Teori India ini mengatakan  bahwa Islam yang datang ke wilayah Nusantara berasal dari India dan dibawa oleh pedagang yang berasal dari Gujarat dan Malabar yang melakukan pelayaran untuk berdagang ke wilayah Nusantara. Teori ini di kemukakan oleh Pijnappel. Pijnapel ini didasarkan dari mahzab yang sama yang dibawa oleh para pedagang dari india tersebut dengan mahzab yang berkembang di Indonesai sekarang ini yaitu Syafi’i. teori ini juga di dukung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa Islam di bawa oleh para pedagang India ini sekitar abad ke 13 M. teori inipun diperkuat dengan hasil temuan dari Moquetta yang menemukan kesamanaan batu nisan dari makam raja Pasai dan di Gresik dengan batu nisan yang ada di Cambay india.
2.   Teori Arab
Teori Arab ini didasari dari hikayat dinasti Tang di Cina yang menyebutkan bahwa terdapat orang-orang Ta-shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Holing yang diperintah oleh Ratu Sima di Jawa pada tahun 675 M dikarenakan dia Ratu yang adil. Teori ini juga di perkuat dengan pernyataan Hamka yang menyebutkan bahwa Islam pertama kali dibawa ke Nusantara oleh perdagang dari Arab pada tahun ke-7 M hal ini didasarkan dari kesamaan mahzab yang ada di Arab dan di Indonesia sekarang ini teori ini menolak teori India karena abad ke 13 M merupakan masa berdirinya Kerajaan Islam di Indonesia. Ada lagi yang mendukung teori Arab ini yaitu salah satu kitab dari Persia abad ke 7 yang menyebutkan tentang Kerajaan Zabaj bahwa siapapun yang datang ke kerajaan Zabaj tersebut baik pendatang maupun penduduk lokal harus “bersila”.  Bersila merupakan literatur Bahasa Melayu dan Zabaj di indetifikasi merupakan kerajaan Sriwijaya.
3.   Teori Persia
Teori Persia ini berkembang dan menyebutkan bahwa Islam yang datang pertama kali ke Nusantara berasal dari Persia pada abad ke 12. Hal ini didasari oleh bukti-bukti sebagai berikut:
Ø  Adanya peringatan 10 Muharam untuk mengenang meninggalnya Hasan dan Husein.
Ø  Adanya kesamaan ajaran Sufi yang dianut oleh Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al-Hallaj.
Ø  Penggunaan istilah bahasa Iran dalam mengeja Huruf Arab untuk membaca Al-Quran.

Sabtu, 31 Maret 2012

Kenaikan harga BBM, Haruskan Terulang Kembali…???


Oleh: Rinaldo Adi Pratama

Kenaikan harga BBM, Haruskan Terulang Kembali…???


Apabila kita ingat kembali kebelakang pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mencakup dua periode sudah mengalami tiga kali kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), walaupun memang harga BBM tersebut kembali lagi turun ke angka semula dan sekarang pemerintah berniat untuk melaksanakan kebijakan  kehaikan harga BBM seharga Rp 2000,- dengan alih-alih untuk mengurangi beban subsidi pada APBN negara.
Kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM haln ini tentu saja karna ketakutan pemerintah akibat harga minyak dunia yang sangat fluktuatif dan tidak dapat di prediksi. Dalam APBN Indonesia tahun anggaran 2012 pemerintah menyisihkan dana anggarannya untuk mensubsidi rakyat dalam hal bahan bakar  sebesar 132 Triliun dan berkilah akan habis anggaran tersebut pada bulan Agustus (republika. 12/03/31). Angka itu akan sangat membebani pemerintah apabila pemerintah tetap tidak menaikan harga BBM mengikuti naiknya harga minyak dunia atau mengurangi subsidi BBM tersebut.
Pertanyaan yang timbul dari kebijakan yang akan di ambil oleh pemerinyah yaitu bagaimana mungkin bisa pemerintah menyerahkan harga minyak begitu saja kedalam sistim perdagangan global? Apakah pemerintah berfikir bahwa sistim ekonomi yang dianut kita liberal murni, tentu saja bukan. Seharusnya pemerintah lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi harga minyak dunia yang terus mengalami fluktuasi tersebut. Mungkin saja pemerintah bisa mengambil kebijakan atau opsi lain dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia ini. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan jalan memangkas anggaran kunjungan kerja DPR yang mencapai 482 Miliar untuk anggaran 2012, angka tersebut meningkat dari tahun lalu yang mana untuk tahun ini mengalami kenaikan sebesar 183 Miliar (Tribunews, 30 jan 2012). Andai saja kenaikan anggaran tersebut di masukan saja dalam subsidi bahan bakar dalam keadaan seperti ini mungkin pemerintah tak perlu mengeluarkan opsi untuk menaikan harga BBM. Dan apabila dilihat dari esensinya lebih utama melayani rakyat daripada menyiapkan anggaran kunjungan kerja keluar negeri bagi DPR yang sampai sekarang dari kunjungan itu rakyat tak pernah merasakan hasilnya.